PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA DAN
LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN
#ARTIKEL ILMIAH
Abstrak
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan; pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan;
pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan; dan pengaruh gaya
kepemimpinan, kepuasan kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.
Penelitian ini merupakan penelitian ex-post facto dengan populasi karyawan
PT.Primissima.
Sampel sebanyak 258
responden dengan teknik proportional random sampling.Teknik pengumpulan data
menggunakan angket, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan
analisis regresi ganda.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan, yang ditunjukkan oleh nilai thitung > ttabel (4,525
> 1,645); terdapat pengaruh positif dan signifikan kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan, yang ditunjukkan oleh nilai thitung > ttabel (4,976 >
1,645); terdapat pengaruh positif dan signifikan lingkungan kerja terhadap
kinerja karyawan, yang ditunjukkan oleh nilai thitung > ttabel (4,490 >
1,645); terdapat pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan, kepuasan
kerja, dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, yang ditunjukkan oleh
nilai Fhitung > Ftabel (22,252 > 2,650).
Kata Kunci
gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, lingkungan kerja,
kinerja karyawan
#ARTIKEL NON ILMIAH
Hutan di gunung mahameru 2013,
SEMERU, gunung
tertinggi di pulau jawa dengan keindahan alamnya, bunga beraneka warna semerbak
bermekaran, hutan pinus dengan baunya yang khas, danau indah nan jernih yang
sekarang dikenal dengan nama danau ranu kumbolo seakan menjadi pelepas lelah,
tebing-tebing yang menjulang tinggi ibarat dinding pelindung, di seberangnya
hamparan bukit pasir yang luas membentang serta udara pegunungan yang bersih
dan segar kian menambah kesempurnaan gunung ini. Namun kisah ini tidak terjadi
di zaman sekarang melainkan sekitar 700 tahun kebelakang disaat Indonesia belum
ada, yang ada hanyalah kerajaan-kerajaan kecil yang muncul silih berganti,
peperangan antar kerajaan tak pernah usai, perebutan kekuasaan dikalangan
keluarga kerajaan menambah polemik yang tengah terjadi. Pada zaman ini kerajaan
singasari dengan raja terakhirnya kertanegara telah musnah menyusul
pemberontakan yang dilakukan keturunan raja kediri yaitu jayakatwang, namun tak
lama kemudian kediri mengalami nasib yang sama setelah dikalahkan oleh raden
wijaya dengan bantuan pasukan kerajaan mongol. Raden wijaya kemudian mendirikan
kerajaan majapahit setelah mengusir pasukan mongol dari jawadwipa.
Hutan di gunung Semeru, 1298 Masehi.
Matahari sudah mulai
turun menuju peraduannya di ufuk barat, angin sepoi-sepoi berhembus menggoyang
dedaunan, namun hutan di sebelah utara danau ranu kumbolo tetap tak bergeming,
seperti ada sebuah kekuatan Maha dahsyat yang membuat hutan ini tetap tenang,
suara raungan beberapa hewan buas terdengar dari kejauhan, pohon-pohon pinus
menjulang tinggi seakan menambah kesan angker hutan ini, memang semenjak dahulu
kala gunung semeru dianggap sebagai tempat paling mistis di jawadwipa (pulau
jawa), tempat bersemayam para dewa.
Tiba-tiba entah
darimana asalnya sebuah panah muncul membelah udara dan memecah kesunyian hutan
ini dengan bunyi desingannya, panah itu berhenti setelah mengenai sasaran dan
kini di ujung panah tersebut telah tertancap seekor kelinci. dari arah
datangnya panah tersebut muncul seorang pemuda gagah berusia sekitar 25 tahun
sambil menenteng busur panah, di punggungnya masih terdapat 4 buah anak panah
lainnya yang siap ditembakkan kapan saja, dari pakaian yang dipakainya jelaslah
kalau ia bukan orang sembarangan, mungkin dari keluarga bangsawan atau ksatria,
sulit membedakannya namun setiap orang yang menatap matanya pasti akan setuju
kalau pemuda ini pastilah sudah melewati hidup yang berat.
Pemuda itu kemudian
berjalan menuju buruannya yang sudah terkapar di tanah sambil menyeruak di
antara semak-semak yang rimbun menutupi hutan ini. dicabutnya anak panah pada
kelinci tersebut dan setelah dibersihkannya ia gabungkan kembali bersama 4 anak
panah lainnya.
“maafkan aku sobat, tapi aku juga harus makan agar
bisa bertahan hidup” ujarnya. Suaranya berat namun menyiratkan ketegasan.
“suuuiiittt… suuiiitt” pemuda itu bersiul, dari
kejauhan terdengar suara derap kaki kuda yang lama kelamaan makin dekat. Kini
di hadapan pemuda itu telah berdiri dengan gagah seekor kuda jantan bewarna
putih. Pemuda itu yang ternyata bernama jayanegara kemudian melompat ke
punggung kuda tersebut dan memacunya meninggalkan hutan menuju danau ranu
kumbolo. Ia hanya sendiri, tak terlihat pengawal atau orang lain yang bersamanya
dan jika dilihat dari caranya yang lihai dalam mengendarai kuda melewati hutan,
sepertinya ia sudah tinggal cukup lama di gunung Mahameru sehingga tau mana
jalur yang cukup aman untuk dilewati.
Di tepi danau tersebut
di dekat sebuah tanjakan, terlihat sebuah rumah atau lebih tepat disebut
sebagai pondok. Disana ia berhenti dan menambatkan kudanya. Pondok itu jika
tidak bisa dibilang jelek maka cukuplah sederhana kata yang tepat untuk
menggambarkannya, pondoknya sangat kecil, dengan atap dari dedaunan dan ijuk
kelapa, dinding dari kayu seadanya yang bisa ditemukan di sekitar danau, sangat
jauh dari kata layak. Di sebelah pondok terdapat ladang jagung yang siap
dipanen. Jayanegara masuk dan menggantungkan panahnya di dinding di dekat
pedang dengan ukiran relif naga yang menghiasi sarung pedangnya.
Sinar matahari senja
benar-benar indah sore ini. cahaya orangennya memantul di permukaan danau ranu
kumbolo, memancarkan keindahan tersendiri yang sulit diungkapkan. kini
jayanegara telah duduk di depan api unggun yang ia gunakan untuk memanggang
kelinci hasil buruannya, kelinci tersebut telah berpindah dari atas api ke
genggaman tangannya. suhu dingin wilayah sekitar ranu kumbolo membuat daging
kelinci itu tak perlu menunggu waktu lama untuk dimakan, alam telah mendinginkannya
secara alami. Hal itu wajar saja karena ranu kumbolo terletak sekitar 2400 m
dari permukaan laut yang suhunya pada malam hari bisa mencapai 9 derajat
celcius, belum lagi suhu di puncaknya.
“terima kasih atas makanannya” ucap jayanegara.
“pawana, habiskan rumputmu. Kita tidak akan pernah
tau apa yang akan terjadi” sambungnya sambil melihat ke arah kuda putihnya.
Pawana, demikian nama kuda itu, meringkik pelan lalu kembali memakan
makanannya.
Matahari kini telah
benar-benar hilang digantikan bulan purnama. Langit sangat cerah malam ini,
bintang-bintang terlihat jelas, angin sepoi-sepoi berhembus dan di kejauhan
terdengar beberapa suara hewan malam. Kini jayanegara telah duduk di sebuah
gundukan kecil yang agak tinggi dari tanah sekitarnya menyerupai bukit kecil
dan bersandar pada sebuah pohon besar. Di tangannya tergenggam seruling kecil
dari bambu, ia meniupnya dan memainkan alunan melodi indah yang menentramkan
hati, iramanya sangat menyayat hati bagi siapapun yang mendengar, seperti
menggambarkan perasaan pemainnya, seolah-olah menggambarkan perjalanan panjang
penuh rintangan namun di ujung perjalanan bertemu dengan oase nan subur.
Jayanegara memainkannya dengan kesungguhan hati, walaupun sorot matanya tetap
sama, sayu. Namun alisnya yang tajam seakan mengisyaratkan kalau ia punya tekad
yang kuat hingga mampu bertahan selama ini. Angin yang tadi berhembus
sepoi-sepoi perlahan lenyap, dedaunan berhenti bergoyang, riak danau mulai
hilang dan suara hewan malam pun mendadak senyap seperti larut dalam irama
sendu yang keluar dari seruling jayanegara, ikut memahami kesedihan sang pemain
hidup sendirian di alam liar selama ini, Jayanegara, serigala penyendiri.
Bahkan pawana kini ikut meringkuk di samping tuannya.
Matahari pagi bersinar
terang membangunkan jayanegara dari tidurnya, setelah mandi dan berpakaian ia
mengambil pedangnya yang tergantung di dinding pondok dan membawanya keluar.
awalnya jayanegara hanya melakukan latihan pernafasan berulang kali,
menyesuaikan irama pernafasannya dengan angin, menyatukan dirinya dengan alam.
Lalu ia mengambil ancang-ancang, kedua kakinya sedikit ditekuk membentuk
kuda-kuda dan dalam satu tarikan nafas ia mengeluarkan pedangnya dari sarung
dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dan menyabetkannya di udara, pedangnya
seolah memotong udara, gerakan tersebut dilakukannya berulang kali dengan
kecepatan yang luar biasa, entah berapa kali sudah ia lakukan, 800? 900? atau
1000 kali? jayanegara terus melakukannya hingga tangannya benar-benar pegal dan
tidak sanggup lagi untuk diangkat. Setelah dirasa cukup ia pun berhenti dan
menuju pohon di bukit kecil dekat pondokannya. Jayanegara berbaring dengan
kedua tangannya direntangkan, memandang langit nan biru, merasakan semilir
angin melewatinya. Kemudian ia memejamkan mata, merasakan bumi dengan kulitnya,
mendengar suara-suara alam, melihat dengan mata yang lain, mata batinnya. Lama
jayanegara hanya berdiam seperti itu. Lalu setelah tangannya agak bertenaga
lagi ia duduk dan mengeluarkan serulingnya. Kembali ia lantunkan instrumen yang
biasa ia mainkan, tenang dan mengalir lembut merasuki jiwa, membuat kekuatannya
kembali.
Matahari mulai
tergelincir ketika jayanegara bangun dari tidur siangnya, ia segera menuju
pondok dan mengambil peralatan memancing, lalu duduk di tepi danau berharap
agar ada yang memakan umpannya supaya ia tak kelaparan hari ini.
Hari telah benar-benar
sore ketika jayanegara sedang memanjat tebing untuk mengumpulkan rempah-rempah
guna dijadikan bumbu dan obat-obatan. Ketika ia melihat ke arah selatan, ke hamparan
gurun pasir, jayanegara melihat badai pasir sangat besar sedang melanda wilayah
tersebut. Setidaknya ini badai pasir paling besar yang pernah ia lihat selama
tinggal di pegunungan ini.
Setelah selesai
mengumpulkan tanaman yang ia butuhkan jayanegara turun menuju pondok. Hari
telah malam ketika ia sampai. Malam begitu gelap dan angin sangat kencang.
Berdasarkan pengalamannya selama ini, hujan badai akan datang sebentar lagi.
Benar saja, ketika ia telah memasukkan pawana ke kandangnya hujan lebat segera
turun, disusul kilat dan petir tak henti-hentinya. Langit seakan mau runtuh dan
mengeluarkan semua isinya. Jayanegara hanya bisa meringkuk di pondoknya sambil
berharap pondoknya tak hancur diterjang badai. Matahari pagi menembus masuk ke
pondok membangunkan jayanegara. Setelah badai semalam ia merasa beruntung
karena pondoknya tak terbawa angin seperti yang dialaminya beberapa bulan lalu.
Setidaknya ia tak perlu bersusah payah membangunnya kembali.
Jayanegara baru bersiap
latihan pedang ketika dia mendengar suara dari arah berlawanan. Hidup lama di
alam liar membuat telinganya terlatih mendengar suara sekecil apapun walaupun
dalam jarak yang lumayan jauh. Ia segera merubah arah badannya searah dengan
datangnya suara lalu mengambil ancang-ancang untuk menyerang. Suaranya makin
dekat walaupun bergerak perlahan. 125 meter… 100 meter… 75 meter… 50 meter… 25
meter… dan dia tepat di hadapan jayanegara. Semak-semak di hadapan jayanegara
bergerak, tangan jayanegara mengeras bersiap menghunus pedangnya, pedangnya
telah keluar sebagian namun disaat terakhir ia menghentikannya dan memasukkan
kembali pedangnya ke dalam sarung (sarung pedang) ketika ia menyadari bahwa
yang muncul bukan musuh. Di hadapannya kini berdiri seorang gadis, mungkin
umurnya sekitar 21 tahun yang berjalan dengan gontai ke arahnya. Wajahnya kusam
dan penuh debu, namun mata dan garis wajahnya tidak dapat menyembunyikan kalau
ia adalah wanita yang sangat cantik. Pakaiannya menyiratkan bahwa ia dari golongan
bangsawan, dengan kain sutra halus yang sepertinya diimpor dari Cina, gelang
emas dan kalung khas keluarga kerajaan menghiasi lehernya. gadis itu berjalan
tertatih menuju jayanegara namun tak sampai bebeapa lagkah dia pingsan tapi
jayanegara telah siap menyambutnya.
Jayanegara segera
membawanya ke pondok dan membaringkannya di tempat yang ia sebut dipan. Ia
menaruh tangannya di kening gadis tersebut. Panas. Sangat panas. gadis ini
terserang demam hebat. Jayanegara mengompresnya dengan kain basah. Lalu ia
mengambil rempah-rempah dan segera meramunya untuk dijadikan obat.
Selama beberapa hari
gadis itu tetap belum sadar dan selama itu pula jayanegara selalu merawatnya,
setiap hari ia memasukkan ramuan obatnya ke mulut gadis tersebut, melap
wajahnya dan menunda kegiatan berburunya dengan hanya memakan jagung yang telah
dipanen.
Akhirnya pada suatu
pagi gadis itu sadar dan kata yang pertama kali terlontar dari mulutnya adalah,
“dimana aku?”. Dia kemudian duduk, di sampingnya tak
ada seorang pun. Dia mendapati dirinya di sebuah pondok kumuh. Dia mencoba
mengingat apa yang telah terjadi, namun kepalanya terasa sangat sakit. Lalu dia
mencoba berdiri walaupun dengan susah payah dan berjalan keluar. Di luar dia
terkejut melihat seorang pemuda yang sedang menenteng karung berisi rumput
menuju ke arahnya. Ketka jayanegara melihat si gadis berdiri di hadapannya dia
berhenti dan menurunkan karungnya.
“syukurlah kamu sudah sadar” ucap jayanegara datar.
“siapa kamu? Dan kenapa aku bisa ada disini?” Jawab
si gadis.
“justru aku yang harus bertanya, apa yang membuatmu
cukup berani hingga sampai di gunung mahameru?”
“mahameru?” mendengar kata mahameru ini kepala gadis
itu terasa sakit, lalu bayangan-bayangan melintas di kepala gadis tersebut,
ingatannya kembali! Dia terduduk.
“sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?” sambung
sang gadis.
“4 hari, dan selama itu kamu terus menggigau”
“apa ada orang yang datang ke sini setelah aku?”
“tidak ada. Apa sekarang kamu bisa menceritakan
alasan kenapa kamu bisa berada disini?”
“tidak. Aku tidak bisa menceritakannya kepada orang
yang belum kupercaya.” Jawab gadis itu ketus.
“hoho, jawaban yang cukup kejam apalagi diucapkan
kepada orang yang telah menyelamatkanmu. Sejujurnya aku tidak begitu peduli
dengan masa lalumu, aku hanya ingin tau kamu ini ancaman atau bukan. Kalau kamu
sudah merasa sehat silahkan pergi.” jawab jayanegara santai.
“tunggu, biarkan aku tinggal disini. Akan aku
ceritakan alasan aku berada disini. Aku benar-benar membutuhkan pertolonganmu.”
Sergah si gadis.
“mulailah bercerita” kata jayanegara sambil duduk di
samping gadis itu menghadap ke danau.
“namaku dewi kumala, aku berasal dari majapahit.
Karena melakukan suatu kesalahan besar aku harus melarikan diri meninggalkan
majapahit. Namun upaya ku untuk melarikan diri tidak semulus itu. Aku dikejar
oleh prajurit kerajaan. Mereka ada banyak. Aku beruntung karena kuda yang
kutunggangi sangat cepat. Aku terus memacu kudaku menjauhi majapahit hingga
akhirnya aku sampai di kaki gunung Mahameru ini. aku mendengar kabar bahwa
gunung ini sangat keramat, tidak seorang pun yang berani mendaki ke puncaknya.
Tapi aku tak punya pilihan lain. Lalu aku turun dari kuda dan memukul kudaku
agar terus berlari ke arah yang berlawanan dari mahameru. Aku harap itu bisa
mengecoh mereka beberapa hari. Namun belum cukup sampai disitu, seakan para
dewa marah akibat aku masuk tempat keramat, tiba-tiba badai pasir mucul. Aku
berjuang sekuat tenaga melewatinya karena untuk kembali lagi sudah tidak
mungkin. Walaupun aku sudah menutup wajahku dengan selempang tapi debu tetap
masuk ke mata, mulut, telinga dan hidungku. Aku kesulitan bernafas. Rasa letih
dan lelah akibat perjalanan membuatku linglung. Kuputuskan untuk tidak
menyerah. Aku harus tetap hidup. Hingga akhirnya aku selamat dan ditolong olehmu.
Jadi kumohon izinkan aku tinggal bersamamu. Aku tidak punya sanak saudara lagi
di luar sana.” Ucapnya mengakhiri cerita.
“dia melewati badai pasir sendirian” batin
jayanegara.
Lama jayanegara terdiam, lalu dia berkata,
“baikah. Tapi jangan harap kamu akan hidup nyaman.
Kamu harus bekerja”
“terima kasih… hmmm, kalau boleh tau siapa namamu?”
“apa pentingnya namaku buatmu?”
“aku hanya malas memanggilmu dengan sebutan “pemuda”
setiap saat.”
“namaku jayanegara”
“rasanya aku pernah mendengarnya di suatu tempat”
batin dewi kumala.
“kalau begitu kau bisa mulai pekerjaan pertamamu
dengan memanen jagung-jagung itu. Aku belum sempat memanen semuanya karena
merawatmu”
“apa? Langsung disuruh kerja?” dewi kumala tak terima.
“lalu apa? Kau pikir aku akan membiarkanmu berbaring
seharian?”
“issshhh… apa sifatmu memang selalu dingin seperti
ini? pantas saja kamu hidup sendirian” ucap kumala sambl berlalu pergi menuju
ladang jagung.
“kamu tidak tau apa-apa tentangku” kata jayanegara
ketika dewi kumala telah berlalu. Ia lalu mengambil karung rumput dan
membawanya menuju kandang pawana.
Mereka berdua pun sibuk dengan pekerjaannya
masing-masing.
Hampir tengah hari ketika dewi kumala datang menemui
jayanegara.
“aku ingin mandi, badanku sudah gerah dan dekil”
kata dewi kumala.
“Lalu apa? Apa kau ingin aku menemanimu?” jawab
jayanegara sinis.
“bukan begitu, mesum. Setidaknya kau bisa
menunjukkanku tempat yang tertutup dan aman dari binatang buas.”
“kau bisa pergi sedikit ke ujung sana. Disana
lumayan rimbun dan pemandangannya indah. Jika kau beruntung kau hanya akan
bertemu dengan beberapa ekor tupai dan katak yang akan mengintipmu” jayanegara
menunjuk ke tempat yang dimaksud.
“ku harap kataknya tidak beracun” kata dewi kumala
sambil beranjak pergi.
Dewi kumala sampai ke
tempat yang dikatakan jayanegara. Jayanegara benar, tempat itu sangat indah
dengan tebing-tebing tinggi yang melindunginya, ladang bunga di sebelah timur,
pepohonan pinus dan puncak gunung yang terlihat menawan dari sini. Dewi kumala
segera melepaskan pakaiannya dan turun ke air. Dingin dan menyegarkan. sudah
lama sekali rasanya ia tidak menyentuh air. Dewi kumala membersihkan kotoran di
sekujur tubuhnya. Danau yang jernih membuat Ia bisa melihat dasar danau. Di
pepohonan terlihat burung berwarna biru yang ia tak tahu namanya. Burung itu
berkicau atau lebih tepatnya terdengar seperti menyanyi. Tak lama kemudian
teman burung itu datang. Mereka saling sahut menyahut membentuk irama. Ditambah
suara katak dan riak danau, makin membuat danau ini jadi sempurna.
Tiba-tiba ia mendengar suara gemerisik dari pohon di
belakangnya, ketika dewi kumala menoleh ke belakang ia terpekik… “KYAAAAAA…”
Jayanegara yang mendengar suara teriakan dewi kumala
segera berkata,
“uppsss… sepertinya aku lupa memberi tahunya kalau
disana juga tempat favorit kera untuk minum” kata jayanegara tanpa rasa
bersalah.
Tak beberapa lama kemudian, dewi kumala datang. Kini
dia telah menjelma dari gadis kumuh menjadi gadis cantik. Jayanegara yang
melihatnya terpana.
“apa kamu sengaja tidak memberitahuku mengenai
kera-kera itu?” tanya dewi kumala menyadarkan jayanegara.
“aku ingin pergi berburu, jika kamu terlalu lapar
makanlah jagung sambil menunggu aku kembali” jayanegara mengalihkan
pembicaraan.
“seumur hidup aku belum pernah makan jagung. jagung
hanyalah makanan untuk kelas bawah. Aku ingin daging. Lagi pula aku tidak akan
tinggal disini sendirian. Pengejar itu bisa datang kapan saja, belum lagi
binatang buas yang bisa memangsaku setiap saat. Kumohon bawa aku” pinta kumala.
“Tapi aku tidak mau menyiksa pawana dengan beban 2
orang”
“kalau begitu kamu bisa jalan kaki”
“apa? Kupikir perjalanan panjang bisa merubah sikap
manja anak bangsawanmu, ternyata tidak.” Balas jayanegara sambil menggelengkan
kepala.
Setelah mengambil busur dan mengisi kendi air mereka
berdua berangkat. Jayanegara berjalan kaki sambil memegang tali kekang pawana.
Dewi kumala bernyanyi di sepanjang perjalanan.
Sesampainya di hutan jayanegara menambatkan kudanya.
Mereka melanjutkan perburuan dengan berjalan kaki.
“hutan yang gelap. Apa disini ada babi hutan?” tanya
dewi kumala.
“tidak, tapi disini ada harimau.”
“itu lebih buruk tau…”
“ssttt… suaramu bisa membuat buruan kita lari” cegah
jayanegara.
Selang beberapa lama kemudian mereka melihat
kelinci. disaat jayanegara sudah bersiap memanah, “kreek”. Kumala menginjak
ranting patah dan sukses membuat kelinci itu kabur.
“terima kasih” sindir jayanegara.
“uppsss.. maaf”
Tak lama kemudian buruan yang lain datang. Mereka
melihat seekor burung yang terbang lalu hinggap di sebuah pohon. Disaat
jayanegara hendak memanahnya dewi kumala mencegahnya. Ternyata burung itu
membawa cacing di paruhnya untuk diberikan pada anak-anaknya.
“aku mau makan jagung saja” kata dewi kumala. Mereka
pun kembali.
Malamnya mereka duduk di bukit kecil. Jayanegara
mengeluarkan serulingnya dan memainkan lagi favoritnya. Dewi kumala
mendengarkannya.
“apa kamu yang membuat lagu itu?” tanya kumala
begitu lagunya berakhir.
“ya, begitulah.”
“Sangat indah sekaligus menyayat hati. Alam pun
terdiam mendengarkannya. Oh ya, mengenai harimau tadi apa kamu pernah
melihatnya?”
“pernah satu kali, ketika aku mengambil air di
sungai saat berburu”
“benarkah? Apa dia menyerangmu?”
“tidak, sepertinya dia tidak melihatku sebagai
ancaman. Aku rasa harimau itu bukan harimau sembarangan, mungkin dia yang
menjaga gunung ini. selama kita tidak membuat onar di gunung ini maka kita akan
aman.”
Mereka berdua lalu diam dan memandang ke langit.
Bulan terlihat lebih besar. Mungkin karena mereka berada di tempat yang tinggi
maka bulan terlihat seperti itu. Hampir tak ada satu ruang kosong di langit
yang tanpa bintang.
“aku ingin selamanya begini, hidup denganmu di
gunung ini hingga kita tua dan aku akan merasa aman karena kamu selalu
melindungiku” Dewi kumala merebahkan kepalanya di pundak jayanegara. Begitulah
percakapan malam itu berakhir.
Cerpen Karangan: Reyhan R.
Padang. seorang siswa SMA Kelas 3 yg mencoba
menyalurkan imajinasinya lewat tulisan. kritik dan saran sangat diharapkan.
#ARTIKEL SEMI NON ILMIAH
BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA
NARKOBA atau NAPZA
adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi
seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA, yaitu Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Masalah pencegahan
penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja,
melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA
yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang
cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan juga
peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan
terhadap NAPZA.
Narkotika menurut UU RI
No 22 / 1997, Narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
PENYEBABNYA SANGATLAH KOMPLEKS AKIBAT INTERAKSI
BERBAGAI FAKTOR
1. Faktor individual
Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada
remaja sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat.
Ciri-ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA, seperti
kurang percaya diri, mudah kecewa, agresif, murung, pemalu, pendiam dan
sebagainya.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan
lingkungan pergaulan kurang baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun
masyarakat, seperti komunikasi orang tua dan anak kurang baik, orang tua yang
bercerai, kawin lagi, orang tua terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter dan
sebagainya.
Faktor-faktor tersebut di atas memang tidak selalu
membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi, makin banyak
faktor-faktor di atas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna
NAPZA.
GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Perubahan Fisik
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan,
bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi
kelebihan dosis (Overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan (Sakau) : mata
merah, hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas
mandi, kejang, kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak
sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas
suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku
Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas
sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur
berubah, bergadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat
kerja. Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.
Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghidar bertemu dengan
anggota keluarga yang lain.
Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang
tidak dikenal oleh anggota keluarga yang lain. Sering berbohong, minta banyak
uang dengan berbagai alasan, tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan
menjual barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat
kekerasan dan sering berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah
tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh
rahasia.
UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
Upaya pencegahan meliputi 3 hal : mengenali remaja
resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama
dilakukan untuk mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk
menyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar
tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia
dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi
dengan baik.
Komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur,
mendengarkan dan menghormati pendapat anak. Memperkuat kehidupan beragama. Yang
diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang
terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua
memahami masalah penyalahgunaan NAPZA agar dapat berdiskusi dengan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar