Rabu, 13 Januari 2016

Iklan yang Tidak Beretika

PENDAHULUAN

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Reklame sebuah produk perawatan wajah yang terpampang di perempatan Badran, Kota Yogyakarta, dianggap Badan Pengawas Periklanan Daerah (BPPD Jogjakarta) tak memenuhi etika pariwara.
Papan reklame itu bergambar wajah lelaki-dari samping kiri dan kanan-yang banyak goresan dan lubang, seperti bekas jerawat yang akut. Tulisan pada reklame tersebut, berbunyi, “Akibat perawatan yang salah, wajahku jadi rusak seperti ini..”
Syamsul Hadi, Ketua BPPD, saat beraudiensi dengan jajaran Pemkot Yogyakarta, Senin (7/9) mengatakan, BPPD meminta dukungan Pemerintah Kota Yogyakarta agar media iklan luar ruang yang di jalanan memenuhi etika pariwara. Yakni etis secara visual, dan materi iklannya memberi informasi yang benar.
Pihaknya melihat gejala bahwa etika pariwara mulai dilanggar. Selain reklame di Badran, iklan di media cetak tak luput disorot, misalnya iklan sebuah produk madu yang diklaim bisa menyembuhkan penyakit ini-itu. Juga iklan pengobatan tradisional yang bertebaran di koran. Kata menyembuhkan, misalnya tak dibenarkan dalam etika pariwara Indonesia (EPI).
Reklame iklan produk perawatan wajah di Baran itu, menurut Eko (26), pengguna jalan yang juga karyawan swasta di Yogyakarta, sangat mengganggu mata. “Masa iklan bergambar seperti itu bisa terpasang di perempatan. Tidak etis sama sekali,” kata Eko.
Menurut Eddy Purjanto, Ketua Perhimpunan Perusahaan Periklanan Indonesia Pengurus Daerah (P3I Pengda) DIY yang juga ikut dalam audiensi, kata menyembuhkan berlebihan dan memberi informasi yang tidak tepat. Seharusnya, kata yang dipakai adalah membantu menyembuhkan atau meringankan penyakit tertentu. Selain kata menyembuhkan, EPI juga tak membenarkan kata terbaik, terunggul, atauterdepan.
“Dalam kasus reklame di Badran, kami butuh dukungan Pemkot untuk menegur biro iklan yang membuat. Sebab, biro iklannya dari Jakarta. Dengan dibantu Pemkot, yang rekomendasinya pasti lebih didengar, biro-biro iklan bisa ditegur,” ujar Syamsul.
Teguran lisan dan tertulis dari Pemkot, termasuk juga ke media elektronik dan cetak, diyakini bisa menjaga materi iklan yang dikonsumsi masyarakat terjaga keetisannya, secara isi dan visual. BPPD, badan yang dibentuk P3I pada Juli 2009 lalu ini, berharap pemkab-pemkab lain di DIY, nantinya bisa senada dengan Pemkot.
Herry Zudianto, Wali Kota Yogyakarta berjanji mendukung BPPD. Mencermati isi iklan luar ruang, mestinya juga menjadi tanggung jawab Pemkot. “Kami menunggu masukan dan pencermatan BPPD. Pemkot akan melayangkan teguran lisan dan tulisan ke biro-biro iklan, dan meminta mengganti dengan materi lain,” papar Herry.

TEORI

A. Konsep Dasar Etika Periklanan
1.Fungsi Periklanan
Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasar, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan menyampaikan sebuah ‘pesan’. Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberiinformasi. Tujuan terpenting adalah memperkenalkan produk/jasa.Fungsi iklan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu berfungsi memberi informasi, danmembentuk opini (pendapat umum).
Iklan berfungsi sebagai pemberi informasiPada fungsi ini iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yangsebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkandi pasar. Pada fungsi ini iklan membeberkan dan menggambarkan seluruhkenyataan serinci mungkin tentang suatu produk. Tujuannya agar calon konsumendapat mengetahui dengan baik produk itu, sehingga akirnya memutuskan untuk membeli produk tersebut.
Iklan berfungsi sebagai pembentuk opini (pendapat) umumPada fungsi ini iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berupayamempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain,iklan berfungsi menarik danmempengaruhi calon konsumen untk membeli prodsuk yang diiklankan. Caranyadengan menanpilan model iklan yang persuasif, manipulatif, tendensus denganmaksud menggiring konsumen untuk membeli produk. Secara etis, iklanmanipulatif jelas dilarang, karena memanipulasi manusia dan merugikan pihak lain.2. Pengertian Etika PeriklananMenurut Dewan Periklanan Indonesia (DPI), etika adalah sekumpulkannorma/aza/sistem perilaku yang dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus ditaatioleh individu/kelompok individu yang menjadi anggotanya atas dasar moralitasbaik-buruk atau benar-salah untuk hal/aktivitas/budaya tertentu.Etika adalah liniarahan atau aturan moral dari sebuah situasi dimana seseorang bertindak danmempengaruhi tindakan orang atau kelompok lain.Definisi etika ini juga berlakuuntuk kelompok media sebagai subjek etis yangn ada. Pilihan-pilihan etis jugaharus berdasarkan kaidah norma atau nilai yang menjadi prinsip utama tindakan etis.

ANALISIS

Melihat gejala bahwa etika pariwara mulai dilanggar. Selain reklame iklan di media cetak tak luput disorot, misalnya iklan sebuah produk madu yang diklaim bisa menyembuhkan penyakit ini-itu. Juga iklan pengobatan tradisional yang bertebaran di koran. Kata menyembuhkan, misalnya tak dibenarkan dalam etika pariwara Indonesia (EPI).
Pengguna jalan yang juga karyawan swasta di Yogyakarta, sangat mengganggu mata. Masa iklan bergambar seperti itu bisa terpasang di perempatan. Tidak etis sama sekali,
Menurut Eddy Purjanto, Ketua Perhimpunan Perusahaan Periklanan Indonesia Pengurus Daerah (P3I Pengda) DIY yang juga ikut dalam audiensi, kata menyembuhkan berlebihan dan memberi informasi yang tidak tepat. Seharusnya, kata yang dipakai adalah membantu menyembuhkan atau meringankan penyakit tertentu. Selain kata menyembuhkan, EPI juga tak membenarkan kata terbaik, terunggul, atau terdepan.

URL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar